Masih Adakah Jiwa dan Semangat Gotong Royong Pada Diri Kita?

Masih Adakah Jiwa dan Semangat Gotong Royong Pada Diri Kita?

Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara kita memerlukan suatu nilai nilai hidup sebagai pedoman dalam menjalani hubungan interaksi antara sesama manusia. Manusia disebut mahluk sosial dimana satu dengan yang lain terdapat saling ketergantungan dan saling membutuhkan. Manusia memiliki kesadaran penuh bahwa dia tidak dapat hidup sendirian dan tanpa bantuan orang lain. Secara psikologis setiap insan membutuhkan komunikasi dengan orang lain baik dengan sesama anggota keluarga (isteri, anak, kakak, adik, orang tua) dengan tetangga, dengan masyarakat dalam suatu komunitas bernegara.

Semenjak di jaman purba hingga jaman modern dan canggih manusia tetap membutuhkan rasa kebersamaan, rasa kekeluargaan dan rasa saling peduli, rasa tolong menolong, rasa senasib dan sepenanggungan. Rasa ini terus diwariskan secara berkesinambungan sebagai bentuk rasa solidaritas termasuk semangat pelestarian jiwa gotong royong dalam kehidupan masyarakat.

Secara nasional, filosofi Pancasila terkandung nilai nilai luhur semangat gotong royong yaitu sikap dan perilaku bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Hidup saling melengkapi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok menyatu dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Di daerah kita masing masing muncul berkembang jiwa dan semangat kehidupan dalam bentuk filosofi yang bersifat lokal yang disebut kearifan lokal. Di Minahasa ada filosofi yang dipopulerkan sebagai bentuk jiwa semangat hidup oleh Dr GSSJ RatuLangie yang biasa dipanggil Om Sam yaitu SI TOU TIMOU TUMOU TOU, artinya manusia itu lahir dan hidup untuk menghidupi manusia. Selanjutnya agar manusia itu hidup dan menghidupi sesamanya maka manusia itu harus memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki kecerdasan dan dia harus mengikuti pendidikan di sekolah dan filosofi ini dirumuskan dalam program "SUMIKOLAH" (Gerakan Harus Belajar Di Sekolah).

Selanjutnya, filosofi diatas lebih dikembangkan dalam pemikiran-pemikiran Ventje Sumual dengan filosofi "MARI TORANG BAKU BEKING PANDE" (Ajakan untuk kita saling membantu orang lain menjadi pandai).

Filosofi-filosofi ini tersirat semangat jiwa kepedulian, kebersamaan, kekeluargaan, kerja keras, progresif (ingin maju), membentuk manusia cerdas serta menjadikan manusia Indonesia yang berkualitas dalam membangun bangsa.

Semangat ber gotongroyong perlu terus dikembangkan di negara ini, prinsip saling tolong menolong, saling topang menopang, saling kasih mengasihi dan saling hormat menghormati menjadi kebutuhan urgen dalam membangun bangsa.

Masih adakah perilaku bekerjasama membangun dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa di tanah air kita? Ataukah perilaku ini mulai tergeser oleh pengaruh sifat individualistik dan mengutamakan materi di atas segala-galanya dari rasa senasib dan sepenanggungan sebagai sesama bangsa Indonesia?

Di Minahasa masih terlihat perilaku jiwa bergotong royong, antara lain dalam kegiatan bekerja sama para petani pedesaaan dengan istilah "mapalus", apabila ada tetangga yang meninggal dunia secara spontan masyarakat sekitar datang membantu keluarga yang berduka cita, kegiatan pertemuan arisan keluarga besar, kegiatan bergilir membangun rumah dari kelompok tukang dan keluarganya,

Nah, bagaimana dengan perilaku gotong royong di daerah anda? Ayo, marilah kita tumbuh kembangkan semangat ini dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sebagai modal dasar kekuatan membangun yang sangat dibutuhkan saat ini. Kerja keras dan gotong royong yang didukung manusia manusia cerdas dan berahlak tinggi akan menjadikan negara kita maju.
Share artikel ini ya :
+
0 Komentar untuk "Masih Adakah Jiwa dan Semangat Gotong Royong Pada Diri Kita?"

 
Copyright © 2015 Berita Coeg - All Rights Reserved
Template By Kunci Dunia