Tak bisa kita ingakari, bahwa kita sering kali mendapatkan kegagalan. Dalam hal apa saja. Termasuk mungkin, gagal dalam cinta. Gagal dalam berbisnis. Gagal dalam pekerjaan. Gagal dalam mendidik anak. Atau bahkan, gagal dalam membina rumah tangga. Apapun sebab-musabab kegagalan, semua itu akan menimbulkan berbagai kebencian. Kebencian-kebencian inilah yang nantinya akan berbuah pada trauma pribadi maupun sosial dalam hidup kita.
Sejatinya, kegagalan merupakan suatu hal yang manusiawi. Kegagalan bukanlah sesuatu hal yang buruk. Jadi, mengapa harus malu. Masalahnya, apakah kita berani untuk mengakui suatu kegagalan itu ?! Mengakui kegagalan memang bukanlah perkara yang mudah. Dalam bidang politik, mengakui kegagalan adalah sebuah bunuh diri ?!. Tak ada kata ‘gagal’ dalam politik !.
Dalam kehidupan sehari-hari, ketika kita dengan tulus mengakui kegagalannya, sudah tentu kita memiliki jiwa besar. Karena tidak mudah untuk mengakui suatu kegagalan, makanya diperlukan tingkat keberanian tersendiri dan kejujuran yang paling dalam.
Pada saat kita mengakui kegagalan, maka akan membuka peluang alternatif terbukanya jalan keluar lain, yang bisa membebaskan kita dari kegagalan yang kita derita. Kita pun tak hanya terpaku pada satu jalan. Mengakui kegagalan juga memberikan pelajaran yang lebih revolusioner untuk tidak mengulangi kesalahan pada hal yang sama. Ketika kita mengakui kegagalan, kita akan melihat seluruh perjalanan yang sudah kita lalui dengan jernih. Dan hasilnya, adalah langkah untuk memperbaikinya dan mengubahnya menjadi lebih ringan dilakukan. Namun tentu saja, hal itu harus dibarengi dengan langkah-langkah untuk membuat perubahan.
Setelah mengetahui letak kesalahannya, langkah selanjutnya yang ditempuh ialah mengatur kembali rencana berikutnya. Mengakui kegagalan, bukan titik, melainkan koma. Mengakui kegagalan bukanlah suatu pemberhentian akhir, melainkan suatu terminal transit menuju perjalanan berikutnya yang lebih baik.
Selanjutnya, ketika kita mencintai atau dicintai oleh seseorang, kita menyadari bahwa cinta memerlukan kesadaran. Tanpa kesadaran akan mencintai dan dicintai, akan berakhir pada kebencian. Kesadaran dapat dibentuk melalui keraguan akan posisi diri, serta kemampuan menerima ironi dan paradoks sebagai fakta kehidupan.
Keteguhan hati pada prinsip-prinsip hidup kita juga akan mewarnai tindakan. Cinta yang meluap dan hidup penuh penghayatan, menjadi kenyataan eksistensial yang bermakna. Cinta yang lelah adalah cinta yang gagal. Cinta yang gagal akan bermuara pada kebencian. Kelelahan cinta akan menjadi kegagalan cinta. Kegagalan cinta adalah kebencian itu sendiri.
Cinta yang gagal akan menyamaratakan semua orang sebagai musuh. Cinta yang gagal adalah cinta yang menyeragamkan. Cinta yang gagal membunuh akal sehat. Cinta yang gagal akan memiliki daya untuk menghancurkan, dan inilah sumber energi bagi setiap pembenci kehidupan.
Mereka mencintai hidup, nilai, dan Tuhan, namun lelah melihat keadaan yang menyakitkan. Cinta mereka gagal dan berubah menjadi dendam. Dendam dan kebencian itu menyeragamkan, sekaligus menyingkirkan perbedaan-perbedaan kecil yang membuat setiap orang itu unik dan berarti.
Lebih dari dua ribu tahun yang lalu, Aristoteles sudah berpendapat, bahwa keutamaan terletak di tengah. Segala yang ekstrem selalu berakhir pada kejahatan. Ungkapan ini mengandung kebijaksanaan yang besar. Cinta yang ekstrem akan bermuara pada kebencian itu sendiri. Makanya, cinta haruslah disertai kesadaran. Cinta tidak boleh menjadi berlebihan, karena, seperti yang dikatakan Aristoteles, apapun yang berlebihan selalu menjadi rahim bagi “si jahat”. Cinta yang berlebihan pada hakekatnya bukanlah cinta, melainkan potensi bagi kebencian, kejahatan, dan dendam itu sendiri.
Yang kita butuhkan di dalam mencintai adalah sedikit keraguan. Keraguan membuat kita tidak bisa penuh. Keraguan menjauhkan kita dari sikap ekstrem. Hidup dengan prinsip tanpa disertai sedikit keraguan membuat kita tak ubahnya seperti robot-robot ideologis yang bermental fundamentalis. Tanpa keraguan cinta akan lelah, gagal, dan berubah menjadi kebencian.
Cinta yang sejati selalu memberi ruang untuk kebencian, supaya cinta tidak jatuh berubah menjadi kebencian murni itu sendiri. Inilah salah satu paradoks dan ironi kehidupan yang masih jauh dari pemahaman kita. Karena esensi terdalam cinta, adalah paradoks. Arti dari paradoks ini adalah dua hal yang bertentangan, namun bisa menyatu, dan menciptakan sesuatu. Misalnya, perempuan itu sekaligus benci dan cinta pada kekasihnya, atau orang itu sekaligus lembut dan keras pada saat bersamaan. Intinya, dua hal yang bertentangan justru bisa menyatu secara harmonis.
Cinta merupakan paradoks, karena di dalamnya, kita bisa merasakan benci dan sayang pada waktu yang sama. Cinta juga bisa bertahan, jika orang tidak terlalu mengikat pasangannya. Justru dengan melepas orang yang disayangi, maka cinta akan bertumbuh. Sebaliknya, dengan diikat, orang yang dicintai justru akan pergi.
Kata orang sih, mencintai itu seperti menggengam pasir. Semakin kita kuat menggengam, semakin cinta itu jatuh. Sebaliknya, jika kita menggenggam dengan santai, maka pasir atawa cinta itu akan tetap di tangan kita. Jadi, cinta itu memang mirip pasir. Pasir adalah material dasar suatu bangunan gedung, sementara cinta adalah material dasar bangunan spiritual. He .. he .. he .. romantis juga ya ?!.
Lalu, di dalam cinta, semakin kita memberi, semakin kita akan mendapatkan. Semakin banyak kita berkorban, semakin kita akan memiliki banyak. Semakin kita mencintai, semakin kita akan dicintai. Namun, seperti prinsip di atas, prinsip akal budi tetap harus digunakan, agar kita tidak terjebak pada paradoks mencintai. Makanya, yang pantas-pantas sajalah dilakukan sebagai manusia, karena cinta yang berlebih itu identik dengan kegagalan ?!. Wallahu A’lamu Bishshawwab. [Berita coeg] Baca juga - Asal dan Tujuan Hidup Manusia
1 Komentar untuk "Cinta yang Berlebih adalah Kegagalan?"
saya lg stress krna saya umur 42 thn msh nganggur dan jomblo. dulu thn 2003 saat msh kerja saya sering dimutasi, diremehkan orang krna otak dan tenaga saya payah shg saya mengundurkan diri, nyari kerja lg baru sebentar dipecat krna tdk becus kerja. dulu saya kalau nyari jodoh sering ditolak cewe, diremehkan cewe, dibohongi teman, dimanfaatkan teman, diancam org, dipukul orang saat nyari cewe dll.. akibatnya saya selama 15 thn tiap hari marah marah, berkata kotor, susah tidur, kdng banting barang barang, sering berdoa yg buruk buruk dll. buka usaha kecil kecilan bangkrut, jualan online tdk laku.. apa saya kena gangguan ghaib? dulu kakek dan uwa saya paranormal sakti.. saya sdh 12thn agak rajin ibadah tp nasib tdk berubah..dulu thn 2003 saat merantau ke bdg saya melamar cewe nama nya nur (iwamatex), tp lamaran saya ditolak, saya sampai skrng blm mampu melupakan dia. yg bikin saya cinta mati dg nur krna dia cantik, pendiam, lugu, rajin sholat, tdk matre, jarang keluyuran, dia juga jadi tulang punggung keluarga krna ortu nya petani miskin. saya mengira nur jodoh saya, krna saya kalau ada di dkt dia hidup saya semangat, hati saya damai, tp ternyata dia cewe yg paling sulit saya dapatkan. saya ngejar dia 2thn saya ditolak habis habisan. saya pernah diusir sama dia saat main ke rumahnya. dia mentang2 cantik sombong. dia memuja mantan nya spt bintang tp dia meremehkan saya spt sampah. saya nyari yg lain sulit..